Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam mendatangi seorang laki-laki (yang
meninggal dunia) untuk dishalatkan, maka beliau bersabda, artinya:
"Shalatkanlah
teman kalian, karena sesung-guhnya dia memiliki hutang." Dalam riwayat
lain disebutkan: "Apakah teman kalian ini memiliki hutang? Mereka
menjawab, 'Ya, dua dinar'. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mundur
seraya bersabda, 'Shalatkanlah teman kalian!' Lalu Abu Qatadah berkata,
'Hutang-nya menjadi tanggunganku'. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda, 'Penuhilah (janjimu)!, lalu beliau men-shalatkannya."
(HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah, shahih).
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Jiwa seorang mukmin itu terkatung-katung karena hutangnya, sampai ia dibayarkan." (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah, shahih).
Dari Abdullah bin Amr, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Semua dosa orang yang mati syahid diampuni, kecuali hutang." (HR. Muslim).
"Demi
jiwaku yang ada di TanganNya, seandainya ada seorang laki-laki terbunuh
di jalan Allah, kemudian ia dihidupkan lagi, lalu terbunuh lagi,
kemudian dihidupkan lagi dan terbunuh lagi, sedang ia memiliki hutang,
sungguh ia tidak akan masuk Surga sampai hutangnya dibayarkan." (HR.
An-Nasa'i, hasan).
Jangan berhutang kecuali karena terpaksa
Pada
kenyataannya, banyak orang yang berhutang untuk bisa merayakan lebaran
layaknya orang kaya, untuk bisa menyelenggarakan pesta perni-kahan
dengan mewah, untuk bisa memiliki gaya hidup modern, misalnya dengan
kredit mobil, rumah mewah, perabotan-perabotam mahal dsb. Lebih ironi
lagi, ada yang hutang untuk selamatan keluarganya yang meninggal karena
malu kepada para tetangga jika tidak mengadakannya, atau jika makanannya
terlalu sederhana.
Aisyah berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam membeli makanan dari seorang Yahudi dengan tempo dan beliau
memberi jaminan baju besi kepadanya." (HR. Al-Bukhari).
Ibnul Munir
berkata, 'Artinya, seandainya beliau shallallahu 'alaihi wasallam ketika
itu memiliki uang kontan, tentu beliau tidak mengakhirkan
pembayarannya. (Lihat, Fathul Bari, 5/53).
Bertaqwalah kepada Allah sebelum dan ketika berhutang.
Allah berfirman, artinya:
"Dan barangsiapa bertaqwa kepada Allah maka akan diberikan kemudahan urusannya." (Ath-Thalaq: 4).
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, artinya:
"Barangsiapa
mengambil harta orang (berhutang) dan ia ingin membayarnya, niscaya
Allah akan menunaikannya dan barangsiapa berhutang dengan niat
menghilangkannya (tidak membayar), niscaya Allah membuatnya binasa. "
(HR. Al-Bukhari).
"Siapa yang meminjam dan sengaja untuk tidak
membayarnya, niscaya ia menemui Allah dalam keadaan sebagai pencuri."
(Shahih Ibnu Majah, no. 1954, 2/52).
Hutang adalah kesedihan di malam hari dan kehinaan di siang hari
Banyak
orang menyembunyikan diri dari pandangan manusia karena takut bertemu
dengan orang yang menghutanginya. Karena itu dianjurkan bagi yang
menghutangi untuk meringankannya. Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:
"Barangsiapa meringankan hutang orang yang
dihutanginya atau membebaskannya maka ia berada di bawah naungan 'Arasy
pada hari Kiamat." (HR. Muslim).
Jangan tertipu oleh promosi dan iklan bank
Bank-bank
selalu mengiklankan agar orang melakukan transaksi keuangannya dengan
jasa bank. Di antaranya, juga promosi mendapatkan kredit secara mudah.
Hal itu karena hasil bank-bank ribawi adalah dari prosentasi bunga uang
yang dipinjamkannya. Semakin lama masa pinjaman seseorang semakin besar
pula keuntungan yang diraup bank, itulah yang dikehendaki bank. Dan
itulah hakikat riba, Allah berfirman, artinya:
"Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan
bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan." (Ali
Imran: 130).
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Satu
dirham uang riba yang dimakan seseorang dan dia mengetahuinya lebih
berat (dosanya) dari-pada 36 kali berzina." (HR. Ahmad, di- shahih-kan
oleh Al-Albani).
"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sungguh telah
melaknat pemakan riba, pemberi riba, penulis dan kedua saksi atasnya.
Beliau bersabda, 'Mereka itu sama saja'." (HR. Muslim).
Dalam
mu'amalah ribawi, bank selalu mengeruk keuntungan, sedangkan peminjam
bisa saja sewaktu-waktu merugi. Adapun banyaknya bank ribawi yang
bangkrut, padahal secara matematis selalu untung maka hal itu adalah
bukti kebenaran firman Allah:
"Allah memusnahkan (membangkrutkan) riba dan mengembangkan sedekah." (Al-Baqarah: 276).
Pemakaian kartu kredit
Di
zaman supra modern ini banyak bertebaran kartu kredit. Pemiliknya bisa
membeli apa saja, karena perusahaan yang mengeluarkan kartu kredit itu
menjamin membayarnya. Secara lahiriah, pelayanan tersebut adalah rahmat,
praktis dan sangat memanjakan. Tetapi ingat, jika mengakhirkan
pembayaran untuk beberapa lama maka hutangnya akan menumpuk ditam-bah
bunganya. Belum lagi pemilik kartu kredit akan selalu keranjingan untuk
berbelanja hingga barang-barang yang tidak perlu sekalipun. Lalu, jika
ia tidak segera membayarnya, maka ia akan terperosok ke dalam riba.
Na'udzubillah.
Hindari membeli secara kredit
Kini
membeli barang-barang secara kredit seperti sudah menjadi simbol zaman
ini. Padahal ia adalah fenomena yang salah. Orang yang telah membeli
secara kredit apalagi dengan nilai nominal yang tinggi- kelak akan
menyesal. Sebab misalnya, orang yang membeli mobil secara kredit, dia
akan membayar kira-kira dua kali lipat dari harga biasanya. Dan semakin
lama masa kreditnya semakin berlipat pula yang harus ia bayar.
Jangan termakan oleh paham yang menyesatkan
Sebagian
orang ada yang berpendapat, orang yang tidak memiliki hutang adalah
orang yang diragukan kejantanannya. Bahkan mereka mengolok-olok kawannya
yang memiliki hutang sedikit.
Syaikh Muhammad Al-Utsaimin, berkata:
"Tidak diragukan lagi, ini adalah keliru. Bahkan hina tidaknya seseorang
tergantung pada hutangnya. Siapa yang tidak memiliki hutang maka dia
adalah orang mulia dan siapa yang memiliki hutang maka dialah orang yang
hina. Karena sewaktu-waktu orang yang menghutanginya bisa menuntut dan
memenjarakannya. Ia adalah orang yang sakit dan menginginkan semua orang
sakit seperti dirinya. Karena itu, orang yang berakal tidak perlu
mem-pedulikannya."
Berlindung kepada Allah dari tidak bisa membayar hutang
Rasululah shallallahu 'alaihi wasallam memperbanyak do'a:
"Ya
Allah, aku berlindung kepadaMu dari kegelisahan dan kesedihan, dari
kelemahan dan kemalasan, dari sifat pengecut dan bakhil serta dari tidak
mampu membayar hutang dan dari penguasaan orang lain." (HR.
Al-Bukhari).
Dari Aisyah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam shalatnya berdo'a:
"Ya Allah aku berlindung kepadaMu dari dosa dan hutang."
Maka
seseorang bertanya, 'Wahai Rasulullah, betapa sering engkau berlindung
dari hutang? Maka beliau menjawab, 'Sesungguhnya bila seseorang itu
berhutang akan berdusta dan berjanji tetapi ia pungkiri.' (Fathul Bari,
5/61).
Muliakanlah tamu tanpa berlebihan
Sebagian
orang begitu sangat memuliakan tamunya. Mereka berusaha untuk membeli
berbagai makanan untuk menjamu tamunya tersebut, meski terkadang dengan
menghutang. Syari'at Islam mengajarkan agar kita memuliakan tamu, tetapi
juga menekankan untuk tidak boros. Allah berfirman, artinya:
"Dan
janganlah kalian berlebih-lebihan (boros), sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan."(Al-An'am: 141).
Jangan membebani diri melebihi kemampuan
Sebagian
orang ada yang memaksakan diri, misalnya pergi haji dengan menjual
rumah atau sawah tempat penghasilannya sehari-hari, sehingga sekembali
dari haji ia menjadi orang yang terlunta-lunta dan sengsara. Padahal
Allah berfirman, artinya:
"Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya." (Al-Baqarah: 286).
Bahkan dalam masalah haji, secara khusus Allah berfirman, artinya:
"Mengerjakan
haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu atas orang-orang
yang mampu melakukan perjalanan ke Baitullah." (Ali Imran: 97).
Mempertimbangkan untung-rugi sebelum berusaha
Sebagian orang begitu melihat kawannya sukses dengan usaha tertentu serta merta ia terjun di bidang yang sama.
Tidak
diragukan lagi bahwa semua ada dalam taqdir Allah, tetapi membuka usaha
tanpa pertimbangan matang adalah salah satu sebab kerugian dan terjerat
hutang.
Program membayar pinjaman
Di
antara hal yang membantu menyelesaikan hutang adalah membayarnya secara
berkala. Bayarlah pinjaman itu berangsur dan jangan menganggap remeh
karena sedikit yang dibayarkan. Hal ini insya Allah akan membantu
menyelesaikan hutang secepatnya. (ain).
0 komentar:
Posting Komentar